TIM WORK

images

 

Tim diartikan sebagai suatu kelompok orang yang bekerja bersama secara tetap, teratur dan sesering mungkin untuk mencapai tujuan bersama. Tidak semua kelompok merupakan suatu “tim” dalam pengertian ini. Ada kelompok yang anggota-anggotanya memiliki tujuan yang sama, namun mereka tidak perlu berkumpul bersama untuk mencapai tujuannya, cukup dengan bekerja secara sendiri-sendiri atau terpisah-pisah.

Jika anda bekerja dalam suatu tim, dan berkeinginan untuk menjadikannya sebagai suatu tim kerja yang benar-benar efektif, ada dua hal yang patut diperhatikan baik-baik dan berusaha menciptakannya, yakni daya ikat (kohesi) dan daya padu (integrasi) tim anda tersebut. Contoh terbaik dalam hal ini kita temukan dalam tim-tim olah raga. Pada tim-tim olah raga, kita sering temukan para anggotanya merasa sebagai bagian dari yang lain sebagai suatu kesatuan. Biasanya tim olah raga seperti itu, mampu berprestasi dengan baik. Namun, kekompakan tim semacam ini bisa menimbuklakn ekstrimitas lain yang cenderung merusak, yakni apa yang dikenal sebagai “pikiran kelompok” (group think), yakni gejala ketika tak seorang pun berani menolak keputusan bersama yang diambil tim, meskipun keputusan itu tidak disetujuinya dan jelas-jelas salah. Ini karena saking pekatnya daya ikat kekompaoak tim, termasuk menolak pertemuan tetap dan teratur yang dilakukan tim. Dalam contoh tim olah raga tadi, gejala ini nampak jelas dalam acara-acara latihan rutin. Padahal pertemuan tim yang terlalu sering juga tidak dengan sendirinya menjamin daya ikat kelompok menjdi tinggi.Meskipun juga benar, jika tak pernah ada acara berkumpul dan bertemu bersama seluruh anggota “sebagai suatu kelompok” daya ikat kelompok juga tak akan pernah tumbuh.

Adapun daya padu (integrasi) kelompok merupakan hasil dari adanya diskusi yang sering dilakukan diantar sesama anggota tentang tujuan-tujuan mereka masing-masing kaitannya dengan tujuan kelompok secara keseluruhan. Setiap anggota harus memperoleh kesempatan untuk memahami tujuan pribadi masing-masing sesuai dengan tujuan kelompok dan mendukung pencapaiannya dan sebaliknya. Pertemuan-pertemuan dan diskusi-diskusi tetap menjadi penting artinya, dan dalam hal ini berlaku kaidah dasar kegiatan berkelompok; tanggung jawab tumbuh karena adanya pelibatan atau pemeransertaan anggota.

Walhasil, jika anda ingin meningkatkan daya ikat dan sekaligus daya padu tim anda, rahasianya adalah, adakan pertemuan tim yang teratur (tak perlu terlalu sering)untuk membicarakan tujuan-tujuan bersama yang akan dicapai serta meninjau kembali hasil-hasil kerja yang dilakukan selama ini untuk mencapai tujuan tersebut. Da, yang paling penting, jangan lupa melaksanakan semua keputusan pokok pertemuan yang memang memerlukan tindak lanjut anda bersama-sama.

MENCEGAH “PIKIRAN KELOMPOK”

Suatu tim work yang efektif adalah tim yang mampu menangani ketidakcocokan, perbedaan-perbedaan, atao konflik yang terjadi diantara para anggotannya.Tetapi konflik dan perbedaan pendapat jusdtru kadangkala bisa merupakan dasar yang baik untuk menumbuhkan kreatifitas dan inovasi. Dalam hal ini, katimbang berusaha meredam konflik dan perbedaan-perbedaan yang mungkin justru mengendorkan semangat anggota, lebih baik memanfaatkan adanya konflik dan perbedaan tersebut untuk merangsang dinamika kelompok. Setiap orang dengan ciri kepribadian masing-masing tetap diakui dan dihargai kerena keunikan dan kekhasannya.

“Pikiran kelompok” terjadi jika semua anggota tim justru cenderung berpikir dan bertindak serba sama, knflik dan perbedaan-perbedaan dicegah sedemikian rupa “demi atas nama tim”. Skandal Watergate di Amerika Serikat merupakan suatu contoh terbaik yang memperlihatkan bagaimana gejala “pikiran kelompok” dapat menjadi sedemikian kuat sehingga memaksa setiap anggotatim menyangkal apa yang sesungguhnya mereka telah perbuat, meskipun mereka tau dan sadar hal itu merukana “jalan menjuju kehancuran” mereka, semata-mata demi “nama baik dan kehormatan” tim.

Untuk mencegahnya, diperlukan kesadaran setiap anggota akan bahaya gejala tersebut, disamping adanya usaha untuk tetap memelihara perbedaan-perbedaan pada tingkat yang wajar.

PENERAPAN KEPEMIMPINAN SITUASIONAL DALAM TIM

Menyadari adanya dan perlunya perbedaan-perbedaan tersebut, kaidah-kaidah kepemimpinan situasional dapat diterapkan dalam tim kerja anda. Hanya saja penting anda camkan, suatu tim yang semua anggotanya memiliki tingkat kemampuan dan kemauan kerja tinggi (Tingkat 4), tidak dengan sendirinya berarti, tim itu pun merupakan suatu tim “tingkat 4”. Timgkat perkembangan suatu tim ditentukan oleh tingkat ketrampilan dan motivasi kerja apara anggotanya “sebagai suatu tim”, bukan orang per orang dari anggota tim.Telah terbukti dalam banyak organisasi, orang-orang yang berkemampuan dan berkemauan kerja tinggi seringkali justru gagal bekerja sebagai “suatu tim”.

MEMBINA DAYA-IKAT & DAYA PADU TIM

Daya ikat (kohesi) tim tumbuh dari pengalaman bersama seluruh anggota bekerja sebagai suatu kelompok dalam waktu yang cukup lama. Pengalaman yang cukup lama seperti itu memang akhirnya punya kecenderungan membentuk sikap yang “menyesatkan” (illusif) dengan embel-embel “semangat tim” (nama, lambang-lambang, kebanggaan-kebangaan yang sengaja dibuat). Meskipun banyak contoh tim yang salah kaprah dan terlalu cepat mendewakan semangat kekompakan tim seperti itu, namun ia tetap dibutuhkan sampai batas tertentu dalam pembentukan suatu tim yang efektif.

Daya ikat rendah berarti setiap orang dalam tim tidak atau kurang merasa menjadi bagian dari yang lainnya dan merasa tidak perlu setia pada timnya. Sebailknya daya ikat tinggi berarti setiap orang merasa senang menjadi anggota atau bagian dari yang lain dan sadar akan hal itu.

Daya padu (integrasi) suatu tim merupakan pengejawantahan dari penyatuan semua tujuan-tujuan-tujuanpribadi anggota yang khas menjadi suatu tujuan tim secara keseluruhan. Daya padu rendah berarti, setiap anggota dalam tim yang bersangkutan merasa tidak memiliki ikatan dengan tujuan tim dan tidak mutlak harus mendukungnya serta boleh-boleh saja melakukan sesuatu yang sama sekali tak ada hubungannya dengan tujuan tim. Sebaliknya daya padu tinggi berarti, setiap anggota merasa terikat dan berkewajiban menunjang keberhasilan dan oencapaian tujuan tim.

Kedua dimensi ini membentuk empat tingkat perkembangan yang menunjukan keadaan suatu tim.

Daya ikat rendah – Daya padu Rendah

Pada tingkat ini, para anggota tim merasa tidak terikat satu sama lainnya sebagai suatu kesatuan, disamping juga tidak memiliki keterikatan mutlak pada tujuan tim.ini merupakan kondisi yang paling parah dalam suatu tim, sehingga tim tidak memiliki cukup kekuatan untuk mengerahkan anggotanya dalam rangika menunjang pencapaian tujuan tim.

Daya ikat Rendah – Daya padu Tinggi

Keadaan ini menggambarkan tingkat perkembangan anggota tidak merasa perlumnya bekerja bersama setiap saat, meskipun mereka masing-masing menyadari betul, pola kerja mereka secara sendiri-sendiri adalah dalam rangka menunjang pencapaian tujuan tim. Kalau memang tim tidak memerlukan adanya rasa kesetiakawanan yang erat di antara para anggota,maka hal ini tidak menjadi masalah. Namun persoalan muncul, jika tim membutuhkan suatu suasana kekompakan yang pekat diantara para anggotanya.

Daya ikat Tinggi – Daya padu Tinggi

Keadaan ini merupakan kondisi ideal bagi suatu tim, meskipun dalam kenyataannya sulit dan jarang terjadi. Pada tingkat ini setiap anggota memiliki rasa kebersamaan yang pekat dan sadar suasana kekompakan tersebut demi dan dalam rangka menunjang keberhasilan pencapaian tujuan tim.

Daya ikat Tinggi – Daya padu Rendah

Tingkat perkembangan ini merupakan keadaan yang paling gawat dan berbahaya bagi tim. Ditinjau dari sudut pandang keorganisasian, rasa kebersamaan yang pekat diantara para anggota tanpa kesadaran yang cukup terhadap pentingnya pencapaian tujuan tim, justru bisa berbalik merugikan tim itu sendiri. Para anggota memang merasa senang berkumpul dan bekerja b ersama sebagai suatu kelompok, tetapi kekompakan tersebut bisa saja justru dimaksudkan untuk tujuan-tujuan yang sama sekali bertentangan dengan tujuan tim, tanpa mereka sadari. Menghadapi situasi seperti ini, ada dua pilihan; membubarkan tim, atau berusaha menyadarkan kembali para anggota pada tujuan-tujuan tim. Sayangnya, berdasarkan pengalaman selama ini, pilihan pertamalah yang memang lebih gampang dan banyak dipilih.

Dalam kaitannya dengan organisasi kemasyarakatan (nirlaba), pengalaman juga menunjukkan kebanyakan organisasi jenis ini, berada pada tingkat perkembangan kedua; daya ikat rendah – daya padu tinggi. Dalam kenyataannya sebagian besar anggota organisasi kemasyarakatan adalah mereka yang masuk bergabung kedalamnya dengan motivasi, kemampuan dan kesadaran yang tinggi terhadap pencapaian tujuan (mis, cita-cita) organisasi. Iklim dan suasana kerja organisasi yang sangat longgar dan tidak resmi, memungkinkan mereka kemudian bekerja efektif dalam kerangka mencapai tujuan tersebut secara sendiri-sendiri, dengan kreatifitas dan improvisasi masing-masing. Keadaan ini pulalah yang mungkin bisa menerangkan mengapa pada kebanyakan organisasi kemasayarakatan seringkali muncul banyak “maha bintang” (superstar) tanpa disengaja atau dikehendaki. Gaya kerja secara tim di kebanyakan organisasi kemasyarakatan memang tidak pernah diajarkan secara khusus, meskipun sebenarnya hampir semua pekerjaan pada jenis organisasi ini dilaksanakan dengan pendekatan tim kerja (tim work). Sebagai pemimpin dalam suatu organisasi kemasayarakatan anda mungkin menggunakan gaya kepemimpinan yang terlalu banyak mengarahkan (directif) jika menghadapi situasi serupa, dan iti akan membuat banyak bawahan anda benar-benar bingung menghadapi pergeseran gaya kepemimpinan yang anda terapkan, jika anda tidak menjelaskannya kepada mereka.

MENGATASI KONFLIK DALAM TIM

Jika suatu tim telah berjalan dan berkembang, biasanya segera timbul persoalan-persoalan baru pula. Suatu tim, seperti halnya individu, bisa saja merosot efektifitas kerjanya jika saat-saat penampilan puncak kemapanannya mulai tercapai dan gejala kemundurannya mulai tampak kearah suasana aristokrasi dan birokrasi (Liaht “Daur hidup organisasi”). Pada saat ini, acara-acara pertemuan mulai disusupi beberapa mata acara yang disisipi dengan maksud-maksud terselubung, kecurigaan mulai menggejala, rasa saling percaya mulai goyah, dan sumbang saran mulai jarang bisa disetujui begitu saja.

Kalau gejala paranoia  dan konflik seperti itu mulai mewarnai suatu tim, diperlukan tindakan-tindakan drastis untuk mengatasinya. Pengalaman menunjukkan, jarang sekali pemimpin resmi atau ketua tim terpilih dapat mengatasi keadaan seperti ini secara sendirian. Biasanya diperlukan bantuan dari pihak luar atau pihak ketiga, dari orang-orang yang memang ahli dalam masalah tim work, kepemimpinan dan ahli dalam fasilitasi pertemuan. Berdasarkan pendekatan kepemimpina  situasional, jika suatu tim kerja mengalami proses penurunan ataui kemundurandalam kemampuan dan kemauan kerjanya, tim tersebut juga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan yang sesuai, mundur serah atau atau setingkat, misalnya : kemunduran pada Tingkat – 1 pun harus dihadapai dengan Gaya – 1, dan seterusnya. Kalau ternyata hal itu yang terjadi, bantuan pihak luar yang dibutuhkan adalah dari pihak yang setingkat lebih tinggi dalam struktur organisasi, karena mereka punya wewenang untuk bertindak memerintah (Telling). Lain halnya jika kemunduran tim hanya sampai pada tingkat -3, pihak luar yang diperlukan bantuannya mungkin cukup dari tingkatan yang sederajat dengan anggota tim, atau bahkan tidak perlu sama sekali (artinya, cukup dilaksanakan oleh pemimpin atau ketua tim itu sendiri)

Tinggalkan komentar